TataCara Mengerjakan Shalat Serta Bacaannya. 1. Berdiri tegak menghadap kiblat dan sambil mengucap niat untuk mengerjakan shalat. Niat shalat adalah sesuai dengan shalat yang sedang dikerjakan; Niat Shalat Subuh : "Ushalli fardhas subhi rak'ataini mustqbilal qiblati adaa-an (ma'mumam/imaaman) lillaahi ta'aalaa. Allaahu akbar." Artinya:
- Ibadah shalat 5 waktu merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Meskipun sedang sakit, shalat tak boleh ditinggalkan. Karena itu, ada prosedur yang mengatur keringanan atau rukhsah bagi yang sedang berkesulitan. Lantas, bagaimana ketentuan dan tata cara shalat bagi orang sakit dalam Islam?Ketika dalam kondisi sakit, salat 5 waktu dapat dikerjakan sesuai kemampuan muslim bersangkutan. Ibadah salat lima waktu ini tak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun, selama orang bersangkutan masih berakal dan tidak hilang kesadaran misalnya karena pingsan atau koma. Karena itu, meskipun sakit parah sampai tak bisa berdiri atau duduk, salat wajib mesti tetap dikerjakan, meskipun dalam kondisi dalam kondisi sakit tersebut merupakan rukhsah adalah keringanan bagi umat Islam. Rukhsah adalah bentuk kasih sayang Allah SWT atas hamba-hamba-Nya karena Dia tak pernah membebankan kewajiban di luar batas kemampuan manusia. Hal itu tergambar dalam firmannya dalam surah Al-Baqarah ayat 286 “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai batas kemampuannya," QS. Al-Baqarah [2] 286.Tata Cara Sholat Duduk Bagi Orang Sakit Sesuai Ajaran Islam Tata cara salat bagi orang sakit dalam kondisi duduk, berbaring, atau memberi isyarat sebenarnya tidak banyak berbeda dari salat pada umumnya. Hanya saja, orang yang melakukannya dalam kondisi yang sesuai kemampuannya. Dalam hal ini, salat duduk idealnya dilakukan dengan cara duduk iftirasyi atau seperti duduk di antara dua sujud atau duduk tahiyat akhir. Jika masih tidak mampu, salat duduk juga dapat dikerjakan di kursi biasa atau kursi roda. Rincian langkah-langkah salat duduk adalah sebagai berikut 1. Posisi salat menghadap kiblat dengan cara duduk iftirasy. Bersila maupun dengan kaki diselonjorkan. Jika tidak mampu, dapat duduk di kursi biasa, kursi sofa, atau kursi roda. 2. Membaca niat salat seperti biasa, yang kemudian dilanjutkan membaca doa iftitah dan Al-Fatihah beserta dengan surat pendek. 3. Saat posisi rukuk, tundukkan kepala seperti sedang rukuk. Meskipun tidak sempurna, namun usahakan melakukan sebisanya tanpa memaksakan atau menyakiti bagian tubuh yang sakit. 4. Selanjutnya, pada posisi sujud, tundukkan kepala disertai membungkukkan badan sebagai pengganti sujud. Berikan isyarat seakan-akan sedang bersujud. 5. Ulangi tata cara demikian di setiap rakaat. 6. Terakhir, pada saat salam, lakukan seperti salat pada umumnya dengan mengucap salam, serta menoleh ke kanan terlebih dahulu kemudian ke arah juga Doa Ruku' dalam Sholat Fardhu Bacaan Latin, Arab, dan Artinya Doa Itidal sesuai Sunnah dalam Sholat Fardhu Arab, Latin, & Arti Tata Cara Sholat Berbaring Bagi Orang Sakit Sesuai Ajaran Islam Berkaitan dengan salat dalam posisi berbaring, hal itu disampaikan oleh Imran bin Husain RA ketika ia bertanya pada Nabi Muhammad SAW "Aku menderita penyakit wasir, lalu aku bertanya tentang salat [dalam kondisi sakit] kepada Nabi SAW, kemudian beliau menjawab Salatlah dengan berdiri, bila tidak mampu maka dengan duduk, dan bila tidak mampu maka dengan tidur miring [berbaring],’” Bukhari. Lantas, keadaan sakit seperti apa yang dapat menjadikan seseorang salat berbaring? Dilansir NU Online, ketika seseorang menderita sakit sehingga mengalami masyaqqah sayyidah kesulitan yang sangat. Maksudnya, jika ia mengalami sakit sampai-sampai apabila berdiri atau duduk, ia merasa nyeri atau tidak tahan. Jika diteruskan duduk atau berdiri, kondisi itu dapat menghilangkan kekhusyukan salat. Dalam keadaan demikian, seseorang dapat salat dalam kondisi berbaring. Terkait ketentuan salat berbaring, hal itu juga tergambar dalam hadis Jabir RA, ia berkata “Suatu ketika, Rasulullah SAW menjenguk orang yang sedang sakit. Ternyata Rasulullah melihat ia sedang salat di atas bantal. Kemudian Nabi mengambil bantal tersebut dan menjauhkannya. Ternyata orang tersebut lalu mengambil kayu dan salat di atas kayu Nabi mengambil kayu tersebut dan menjauhkannya. Lalu Nabi bersabda 'Salatlah di atas tanah jika kamu mampu, jika tidak mampu maka salatlah dengan ima' [isyarat kepala]. Jadikan kepalamu ketika posisi sujud lebih rendah dari rukukmu'," Al Baihaqi.Salat berbaring bagi orang sakit terdiri atas 2 macam, yaitu dengan berbaring menyamping atau berbaring telentang. Berdasarkan hadis di atas, salat dengan berbaring menyamping lebih utama daripada telentang. Dalam hal ini, orang yang sakit mencoba berbaring menyamping terlebih dahulu, jika tak kuat, barulah berbaring telentang. Pertama, terkait tata cara salat dalam kondisi berbaring menyamping, ketentuannya adalah sebagai berikut Orang bersangkutan berbaring menyamping ke arah kanan menghadap kiblat. Apabila tidak mampu menyamping ke kanan, ia dapat menyamping ke kiri, namun tetap ke arah kiblat. Akan tetapi, jika tidak mampu menghadap kiblat pun tak apa-apa dan jangan dipaksakan. Cara bertakbir dan bersedekap ketika salat berbaring persis sama ketika salat dalam keadaan berdiri. Tangan diangkat sejajar dengan telinga atau bahu. Selanjutnya, tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri. Cara rukuk pada salat berbaring adalah dengan menundukkan kepala sedikit. Pada saat bersamaan, kedua tangan diluruskan ke lutut. Cara sujudnya adalah dengan menundukkan kepala lebih banyak daripada ketika rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut. Selanjutnya, cara tasyahud adalah dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat. Kedua, tata cara salat berbaring telentang, ketentuannya adalah sebagai berikut Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Jika memungkinkan, kepala diangkat sedikit dengan ganjalan, misalnya dengan bantal atau semisalnya sehingga wajah juga menghadap kiblat. Apabila mampu menghadap menghadap kiblat pun tidak apa-apa dan jangan dipaksakan. Cara bertakbir dan bersedekap ketika salat berbaring persis sama ketika salat dalam keadaan berdiri. Tangan diangkat sejajar dengan telinga atau bahu. Selanjutnya, tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri. Cara rukuk pada salat berbaring adalah dengan menundukkan kepala sedikit. Pada saat bersamaan, kedua tangan diluruskan ke lutut. Cara sujudnya adalah dengan menundukkan kepala lebih banyak daripada ketika rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut. Selanjutnya, cara tasyahud adalah dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat. Sisa gerakan salat lainnya tidak berbeda dengan cara salat ketika sedang berdiri. Baca juga Hukum Buka Puasa Karena Kerja Berat di Siang Hari Apa Ada Rukhsah? Ketentuan Rukhsah Shalat Bagi Musafir Mengqashar & Menjamak Salat Tata Cara Sholat dengan Isyarat atau Sesuai Kemampuan Dalam kondisi sakit parah, tak bisa berdiri, duduk, atau berbaring, salat masih bisa dilakukan hanya dengan memberi isyarat, selama orang bersangkutan masih memiliki hanya itu, jikapun tak ada yang membantu, tak menghadap kiblat pun, salat tetap sah dikerjakan sesuai salat dengan isyarat ini, Rasulullah SAW bersabda"Salatlah di atas tanah jika kamu mampu, jika tidak mampu, salatlah dengan isyarat kepala. Jadikan kepalamu ketika posisi sujud lebih rendah dari rukukmu [jika mampu],“ Baihaqi.Menggunakan isyarat untuk salat dapat dilakukan dengan anggota tubuh seperti kepala, tangan, mata, hingga alis. Jikapun tak bisa, ia dapat mengedipkan mata sedikit ketika rukuk, serta ditambahkan lebih banyak kedipan untuk isyarat sujud, sebagaimana dikutip dari kitab Majmu Fatawa war Rasail Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin 15/229.Baca juga Mengenal 5 Aspek Rukun Islam dan Penjelasannya Pengertian Rukun Iman dan Penjelasan 6 Aspeknya dalam Agama Islam - Pendidikan Penulis Abdul HadiEditor Addi M Idhom
SholatAshar adalah salat yang dilaksanakan di sore hari sesudah Solat Zuhur dan sebelum Sholat Magrib. Asar atau salat Asar (bahasa Arab: صلوة العصر) adalah salah satu salat wajib dari salat lima waktu yang dilakukan setelah panjang bayangan suatu benda sama dengan tinggi benda tersebut sampai menjelang matahari terbenam.
Ingredientes 1kg de cará cozido e passado no espremedor de batatas. 4 colheres sopa de manteiga. 1 ovo. 1 xícara chá de soja texturizada carne vegetal. 1/2 xícara chá de cebola picada. 2 colheres sopa de óleo. 1 colher sopa de coentro picado. 2 colheres sopa de salsa picada. Sal e pimenta-do-reino a gosto. 2 tomates picados. Tabela de conversão de medidas Receitas em vídeoModo de preparo Misture o cará, a manteiga e o ovo até obter uma massa. Divida a massa em duas partes. Reserve. Recheio Coloque a soja texturizada de molho em água morna por 15 minutos. Escorra. Pré-aqueça o forno em temperatura média 170°C. Numa panela frite a cebola no óleo até começar a dourar. Junte o coentro, a salsa, pimenta, o tomate e a soja. Misture bem e cozinhe por uns 3 minutos. Retire do fogo. Com uma das metades da massa de cará, forre uma forma refratária. Coloque o recheio por cima e cubra com a outra metade da massa. Alise a superfície com uma faca. Leve ao forno pré-aquecido somente para aquecer. Sirva imediatamente. Rendimento4 a 6 porções.
NiatSholat Ghaib, Tata Cara Solat Gaib Persis Seperti Shalat Jenazah, Ini Bacaan Doa untuk Jenazah Laki-laki dan Perempuan. POS-KUPANG.COM - Tata cara melaksanakan Sholat Ghaib dilakukan sama seperti tata cara shalat jenazah pada lazimnya, yaitu empat kali takbir.. Sholat Ghaib merupakan salat yang dilaksanakan untuk jenazah orang yang sudah meninggal namun mayat tak berada di depan orang
Jakarta - Sholat lima waktu adalah ibadah fardhu bagi setiap umat Islam, dan perintah wajibnya termaktub dalam Al-Qur'an serta hadits nabi. Untuk menunaikannya tentu memerlukan tata cara sholat yang benar dengan menjadikan Rasulullah sebagai teladan dalam melaksanakan berbagai amal Nabi SAW menyatakan agar kaum muslim bisa meniru sebagaimana beliau sholat. Dari Malik bin Huwairits, ia berkataقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي Artinya 'Rasulullah berkata, "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." HR BukhariSeorang muslim yang hendak mendirikan sholat sesuai Nabi SAW bisa mengikuti urutannya seperti dilansir dalam buku Shalatul Mu'min Buku Induk Shalat oleh Kasimun, Fiqh Shalat Terlengkap oleh Abu Abbas Zain Musthofa Al-Basuruwani, dan Sifat Shalat Nabi karya Muhammad Nashiruddin sebelum melaksanakan sholat sudah selayaknya untuk dilakukan, agar terbebas dari najis, hadats besar atau hadats kecil. Dalam hadits dari Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabdaلا تُقْبَلُ صَلاةٌ بغيرِ طُهُورٍ ولا صَدَقَةٌ مِن غُلُولٍArtinya "Tidak akan diterima oleh Allah shalat yang dikerjakan tanpa wudhu dan tidak akan diterima oleh Allah shadaqah dari harta yang haram." HR MuslimMenghadap kiblatSholat juga dilakukan dengan menghadap arah kiblat ke Kakbah di Kota Makkah, sesuai hadits Nabi SAW dari Abu Hurairahإِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبِغُ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلْ الْقِبْلَةَ ..Artinya "Bila engkau hendak mengerjakan sholat, maka wudhulah secara sempurna terlebih dahulu, kemudian menghadaplah ke arah kiblat .." HR Bukhari & MuslimTakbiratul ihramGerakan takbir dilakukan untuk memulai sholat dengan mengucapkan kalimat; Allahu akbar. Saat takbir pula, seseorang berniat dalam hatinya untuk melaksanakan shalat, baik shalat wajib atau takbir sepatutnya pandangan mata ditujukan kepada tempat sujud, sambil mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu atau telingan dengan jari-jari yang letakkan kedua tangan di dada, dengan posisi tangan kanan di atas punggung tangan kiri atau di pergelangan tangan kiri, atau di lengan tangan doa iftitah, Surah Al-Fatihah, dan Surah dari Al-Qur'anDoa iftitah dibaca setelah takbir dan sebelum melafalkan Surah Al-Fatihah. Riwayat dari Abu Hurairah, ia berkata"Adalah Rasulullah bila selesai bertakbiratul ihram dalam shalat, beliau diam sebentar sebelum membaca Al-Fatihah. Aku lalu bertanya 'Ya Rasulullah, demi bapakku, engkau, dan ibuku! Bolehkah aku tahu apa yang engkau baca saat engkau diam antara takbiratul ihram dan membaca Al-Fatihah?' Beliau menjawab 'Aku membaca Allahumma ba'id bayni .." HR Bukhari & MuslimMembaca Surah Al-Fatihah wajib dilakukan dalam menunaikan ibadah shalat, bila seseorang tidak membacanya maka shalatnya tidak sah. Hal ini didasarkan pada hadits dari Ubadah bin Shamit'Nabi SAW bertanya, "Betulkah tadi kalian membaca di belakang imam kalian?" Para sahabat menjawab 'Betul, wahai Rasulullah, kami membacanya dengan tergesa-gesa.' Beliau bersabda "Janganlah kalian membaca, kecuali Al-Fatihah, sebab tidak sah shalat bagi orang yang tidak membacanya." HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, & Ibnu HibbanMembaca surah lain dari Al-Qur'an hendaknya dilaksanakan setelah pembacaann Surah Al-Fatihah dengan memilih bacaan surah yang mudah dan i'tidal dengan tuma'ninahSetelah membaca surah Al-Qur'an, Rasulullah biasa berdiam sejenak, kemudian mengangkat kedua tangannya seperti takbiratul ihram, dan lalu rukuk. Beliau meletakkan telapak tangannya pada kedua lutut, dan meluruskan rukuknya, Nabi SAW membaca lafaz ruku yakni; Subhaana rabbiya Al-'adzimi. Ia juga melakukan rukuknya dengan tuma'ninah, sebagaimana dalam hadits nabiثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًاArtinya "Kemudian rukuklah sampai engkau tenang tuma'ninah dalam keadaan ruku'." HR. BukhariSetelah rukuk, Rasulullah bangkit atau biasa yang disebut dengan i'tidal, seraya melafalkan doa; Sami'a Allahu liman hamidah. I'tidal juga dilakukan dengan tuma'ninah olehnya dengan berdiri hingga beberapa lamaSujud Tuma'ninahGerakan sholat ini dilakukan dengan menempel dahi ke tempat sujud. Selain dahi, anggota tubuh lainnya yang wajib diletakkan sehingga menempel pada lantai shalat adalah kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung dilakukan setelah i'tidal yang kemudian menjatuhkan wajah telebih dahulu, dan diikuti dengan anggota tubuh yang lainnya. Ketika sujud, posisi bokong lebih tinggi dari kepala, pundak dan seperti rukuk dan i'tidal, sujud juga harus dilakukan secara tuma'ninah dengan tenang dan di antara dua sujudSetelah sujud lalu duduk di antara dua sujud sembari membaca takbir tanpa dibarengi dengan gerakan mengangkat tangan. Duduk di sini dengan dengan meletakkan kedua tangan di atas lutut dan paha, dan posisi duduk bacaan yang dilafalkan saat duduk di antara dua sujud Rabbighfirlii warhamnii wajburnii warfa'nii warzuqnii wahdinii wa'aafinii wa'fu ' selesai mengucapkan doanya, kemudian sujud kembali dengan membaca doanya dari sujudSeperti telah diketahui bahwa sholat lima waktu terdiri dari sejumlah rakaat. Seperti sholat Subuh dua rakaat, sholat Zuhur empat rakaat, sholat Ashar empat rakaat, sholat Maghrib tiga rakaat, dan sholat Isya empat rakaatnya dimulai dengan takbiratul ihram hingga dua kali sujud. Rangkaian takbiratul ihram hingga dua kali sujud dihitung sebagai satu untuk melaksanakan rakaat selanjutnya, seseorang perlu berdiri setelah sujud dengan mengulang hal sama, yakni dari takbiratul ihram sampai sujud kembali. Hal ini dilakukan sebanyak rakaat di tiap tasyahud awalSholat dengan jumlah rakaat tiga dan empat, ada gerakan sholat yang disebut duduk tasyahud awal. Tasyahud awal dilaksanakan pada rakaat kedua setelah dua sujud. Duduk tasyahud awal dilakukan dengan posisi duduk buku Fiqh Shalat Terlengkap, duduk tasyahud awal dilakukan secara iftirasy, yaitu duduk di atas mata kaki kiri dengan menegakkan kaki yang kanan, serta meletakkan ujung jari-jari kaki kanan di lantai seraya menghadap dalam Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid oleh Ibnu Rusyd, Nabi SAW biasa meletakkan tangan kiri pada lutut kiri dan telapak tangan kanan pada lutut kaki kanan sambil mengacungkan jari tasyahud awal membaca shalawat kepada Nabi SAW, yakniAt-tahiyyaatul mubaarakatush shalawaatuth thayyibaatulillaahi. Assalaamu 'alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuhu. Assalaamu 'alainaa wa 'alaa 'ibaadillaahish-shaalihiina. Asyhadu an laa ilaaha illallaahu wa asyhadu anna Muhammadar tasyahud akhirMasih dari buku Fiqh Shalat Terlengkap, untuk duduk tasyahud akhir, dilakukan dengan posisi tawarruk yang sama seperti iftirasy, tetapi ada sedikit bedanya yakni dengan mengeluarkan kaki kiri pada bagian bawah kaki kanan, serta menempelkan bokong pada tangan kiri diletakkan di antara lutut dan paha kaki kiri, begitu pun dengan tangan kanan diletakkan pada atas lutut dan paha kaki kanan. Sementara jari-jari tangan agak direnggangkan, dan jari telunjuk digandengkan dengan ibu jari untuk bacaan shalawat kepada Nabi SAW diwajibkan pada tasyahud akhir. Sehingga pada tasyahud akhir membacaAt-tahiyyaatul mubaarakatush shalawaatuth thayyibaatulillaahi. Assalaamu 'alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuhu. Assalaamu 'alainaa wa 'alaa 'ibaadillaahish-shaalihiina. Asyhadu an laa ilaaha illallaahu wa asyhadu anna Muhammadar RasuulullaahiAllahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala aali Muhammad kamaa shallaita 'ala Ibraahim wa 'ala aali Ibrahim, innaka hamidun majiid. Allahumma baarik 'ala Muhammad wa 'ala aali Muhammad kamaa baarakta 'ala Ibrahim wa 'ala aali Ibrahimm innaka hamidun majiidSalamSalam merupakan gerakan terakhir dalam rangkaian sholat. Dikatakan bahwa salam dilakukan dua kali, dengan menoleh ke kanan sehingga pipi kanan terlihat dari belakang, dan yang kedua sambil menoleh ke kiri sehingga pipi kiri juga terlihat dari sempurna salam dengan lafaz Assalaamu 'alaykum wa rahmatullahi wa barakatuh. Simak Video "Sholat Berjamaah The Power of We" [GambasVideo 20detik] lus/lus
Berikuttata caranya: Membaca niat (Bisa dalam hati maupun dilafakan secara lisan) Takbiratul ihram Membaca doa Iftitah (Sunnah) Membaca surat Al-fatihah Kemudian lanjutkan dengan membaca surat pendek Al-Qur'an Rukuk I'tidal Sujud Duduk di antara dua sujud Sujud kedua
Shalat Malam, Tahajud, Tarawih dan Witir – Shalat Sunnah HarianTata Cara Shalat Malam dan Witir Nabi shallallahu alaihi wa sallamTata Cara Salat Tahajud Lengkap Beserta Doa dan Keutamaannya Karena begitu istimewa, penting bagi tiap umat Islam untuk mengetahui tata cara salat tahajud sesuai sunnah. Perbedaan mendarsar dalam tata cara salat tahajud sesuai sunnah ada pada niat, waktu dan jumlah rakaat yang dijalankan. Shalat Malam, Tahajud, Tarawih dan Witir – Shalat Sunnah Harian Berkata syaikh Utsaimin “Sunnah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam ucapan maupun perbuatan membedakan antara shalat malam dan shalat witir, begitu juga para ulama membedakan antara keduanya secara hukum dan tata caranya. 1 Sunnah ucapan, dalam hadits Ibnu Umar disebutkan bahwa seorang lelaki bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang shalat malam, beliaupun shallallahu alaihi wa sallam menjawab “Dahulu Nabi Shallallahu’alaihi wasallam shalat, sedangkan aku sedang tidur terlentang di atas kasurnya, dan jika beliau hendak witir maka beliau shallallahu alaihi wasallam membangunkanku hingga aku juga shalat witir.” [5] “Wahai ummul Mu’minin, beritahu aku tentang witir Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ia menjawab kami menyiapkan untuknya siwak dan untuk bersucinya, maka Allah membangunkan beliau dengan kehendak-Nya pada waktu malam, beliau bersiwak, berwudhu, dan shalat sembilan raka’at, beliau tidak duduk kecuali di raka’at ke delapan, lalu ia berdzikir, bertahmid, dan berdoa kepada-Nya, lalu bangkit tanpa salam, lalu berdiri untuk shalat raka’at yang kesembilan, lalu beliau duduk, berdzikir, bertahmid, dan berdoa kepada-Nya lalu salam dengan sekali salam yang bisa kami dengar.” [6] 3 Secara hukum, sesungguhnya para ulama telah berselisih dalam wajibnya shalat witir, Abu Hanifah berpendapat shalat witir wajib dan ini adalah salah satu riwayat dari Imam Ahmad, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab al-inshaf dan al-furu’, berkata Ahmad Siapa yang meninggalkan shalat witir secara sengaja maka dia adalah orang yang buruk, dan tidak layak untuk persaksiannya diterima. “Aku tidak melihat ada nukilan yang mewajibkannya kecuali dari sebagian tabi’in. Berkata Ibnu Abdil Barr Sebagian tabi’in syadz dan mewajibkan shalat malam walau sebatas memerah susu kambing. Dan dinamakan tarawih dikarenakan orang-orang yang shalat beristirahat setiap dua kali salam. “Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan orang-orang yang membutuhkan, sambungkanlah silaturrahim, dan shalatlah pada malam hari ketika orang lain sedang tidur; niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.” [18] “Aku tidak melihat ada nukilan yang mewajibkannya kecuali dari sebagian tabi’in. Berkata Ibnu Abdil Barr Sebagian tabi’in syadz dan mewajibkan shalat malam walau sebatas memerah susu kambing. Adapun waktunya sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- Dan waktu yang paling utama untuk melakukannya adalah sesuai dengan kondisi seseorang. Jika ia mampu untuk bangun di sepertiga malam terakhir maka yang utama baginya adalah shalat di sepertiga malam akhir tersebut, karena ini waktu yang mustajab untuk dikabulkannya doa. Adapun jika khawatir tidak bisa bangun di akhir malam maka yang utama baginya adalah di awal malam, hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir -radhiyallahu anhu- – Satu rakaat, dalilnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn Umar -radhiyallahu anhumaa- di atas. – Tiga raka’at, ini berdasarkan hadits Abu Ayyub Al-Anshory -radhiyallahu anhu- di atas “Barang siapa yang ingin berwitir dengan tiga rakaat, maka kerjakanlah”. “Barang siapa yang ingin berwitir dengan lima rakaat, maka kerjakanlah”. Dan tata cara sholatnya dilandasi dari hadits Aisyah radhiyallahu anha 2- Bisa juga dengan melaksanakannya langsung dengan sekali tasyahhud dan satu salam, sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat lain dari Aisyah ketika ditanay oleh Sa’ad bin Hisyam Dan boleh melakukan shalat witir dengan jumlah raka’at lebih banyak lagi. “Bahwa Umar mengumpulkan orang-orang pada bulan Ramadhan dengan Ubay Bin Ka’ab dan Tamim Ad-Dary sebagai imam dengan jumlah 11 raka’at, mereka membaca mi’in dan mereka kembali ketika terbitnya fajar.” [34] Jika seseorang terbiasa melakukan shalat witir lalu ia tertidur dan tidak dapat melakukannya, maka boleh baginya untuk mengqodho shalat witir tersebut setelah terbit matahari dan terangkat, sebelum matahari berada di posisi di tengah waktu zhuhur, dikerjakan dengan raka’at genap bukan ganjil. Para ulama telah ijmak sepakat akan bolehnya sholat malam tarawih lebih dari 11 raka’at. Bahkan yang menukil ijmak tersebut para ulama dari berbagai madzhab fikih. “Kebanyakan atsar menunjukkan bahwa shalat beliau adalah 11 rakaat, dan diriwayatkan bahwa 13 rakaat, para ulama berdalil bahwa shalat lail tidak ada batasnya, dan shalat adalah ibadah terbaik, siapa yang berkehendak silahkan menyedikitkan rakaát, dan siapa yang berkehendak maka silahkan memperbanyak rakaát”. وقد أجمع العلماء على أن لا حد ولا شيء مقدرا في صلاة الليل وأنها نافلة فمن شاء أطال فيها القيام وقلت ركعاته ومن شاء أكثر الركوع والسجود Ibnu Qudamah Al-Maqdisi menyebutkan bahwa yang menjadi pilihan jumhur ulama adalah shalat tarawih 20 rakaat, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar ketika mengumpulkan orang-orang, beliau juga berkata “Para sahabat bersepakat dalam hal itu di masa mereka”. Beliau berkata Ada beberapa pendapat, diriwayatkan sekitar 40, tetapi itu adalah shalat tathawwu’. Az-Za’farani meriwayatkan dari As-Syafi’I “Aku lihat orang-orang di Madinah mengerjakan shalat 39 rakaat”, beliau berkata “Yang lebih aku suka adalah 20”, beliau berkata “Begitupula yang dikerjakan di Makkah”. Beliau berkata “Tidak ada dalam hal ini batas akhirnya, jika mereka perbanyak ruku’ dan sujud maka lebih baik”. “Para ulama sepakat bahwa tidak ada batas tertentu dalam qiyamul-lail, akan tetapi riwayat-riwayat berbeda tentang mana yang dilakukan oleh Nabi”. As-Syafi’i berkata Demikianlah yang aku jumpai di kota kami Makkah, mereka shalat 20 rakaat. Ahmad mengatakan Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat dan tidak ada titik penentu. Ishaq berkata Tapi kita pilih 41 rakaat, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ubai bin Ka’ab.” Adapun hadits Aisyah yang dijadikan dalil oleh sebagian ulama kontemporer bahwa sholat malam tidak boleh lebih dari 11 rakaat Abu Salamah bin Abdurrahman bertanya kepada Aisyah Berapa shalat Rasulullah pada bulan Ramadhan?’ ia menjawab Beliau tidak menambah sebelas rakaat baik di bulan Ramadhan atau di bulan lain, beliau shalat empat rakaat dan jangan bertanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat empat rakaat dan jangan bertanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat tiga rakaat, lalu aku bertanya wahai Rasulullah apakah engkau tidur sebelum melakukan witir? Beliau menjawab wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tertidur tapi hatiku tidak tidur’. Maka hadits di atas menjelaskan bahwa sholat malam Nabi tidak lebih dari 11 raka’at. Sementara tatkala kita memahami hadits atau memahami syari’at Islam harus dengan pemahaman para salaf, sebagai konsenkuensi dari bentuk berpegang dengan manhaj salaf dalam beristidlal berdalil. Seorang bertanya kepada Nabi, ia mengakatan saat itu aku berada di antara beliau dan penanya. Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda Shalat lail dua-dua, jika kamu melihat subuh akan tiba maka wtirlah satu rakaat. Ada dua sisi pendalilan dari hadits Ibnu Umar di atas Pertama Orang yang bertanya tersebut dalam sebagian riwayat adalah الأَعْرَابِيُّ arab badui[49]. Hal ini dikuatkan lagi bahwasanya jika Arab badui tersebut tidak tahu tentang kaifiyyah tata cara sholat malam, setiap berapa rakaatkah harus salam? Maka ketidak tahuannya tentang jumlah rakaat lebih utama untuk tidak ia ketahui. Jika seandainya sholat malam ada batasan jumlah raka’atnya tentu Nabi akan menjelaskan kepada orang arab badui tersebut. Kedua Justru Nabi menjawab orang arab badui tersebut dengan mengisyaratkan bahwa sholat malam tidak terbatas jumlah raka’atnya. Karena Nabi menyatakan bahwa sholat malam itu dua-dua rakaat hingga subuh. Artinya arab badui tersebut boleh sholat dengan shalat dua rakaat-dua rakaat dan terus melakukannya seperti itu, sampai jika ia khawatir tiba subuh maka shalat satu rakaat dan menjadi witir bagi shalatnya. Qais bin Thalq berkata Thalq bin Ali mengunjungi kami pada satu hari Bulan Ramadhan dan sore masih bersama kami lalu berbuka dan mengimami shalat kita pada malam itu, beliau witir bersama kami kemudian pergi ke masjidnya dan shalat mengimami para sahabatnya, ketika hendak witir beliau menyuruh seorang maju dengan berkata shalatlah witir bersama para sahabatmu karena aku mendengar Rasulullah bersabda “Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam”. Dan tentu jika digabungkan dua kali sholat tarawih beliau tersebut akan lebih dari 11 raka’at, wallahu A’lam. Ketika sudah lewat tengah malam, Rasulullah selesai shalatnya, tapi para sahabat meminta Rasulullah tambahan shalat lagi, dan beliau tidak mengingkari atau menyalahkan mereka, namun beliau menunjukkan yang afdhal. Karena jika mereka memahami bahwa sholat malam tidak boleh ada tambahannya tentu mereka tidak akan minta tambahan kepada Nabi, karena berarti meminta sesuatu yang haram kepada Nabi. Aku bertanya Apakah ada waktu yang lebih dekat kepada Allah Azza wa Jalla daripada selainnya? Tarawih para shahabat di masa Umar bin al-Khottob adalah 20 rakaát. Berikut ini adalah pohon seluruh riwayat-riwayat yang menyebutkan tentang jumlah rakaát tarwih yang dikerjakan di masa Úmar bin al-Khottob atas perintah Umar bin al-Khottob Karenanya Ibnu Ábdil Barr yang bermadzhab Maliki, dan paling paham tentang periwayatan Imam Malik, berkata إلا أنه يحتمل أن يكون القيام في أول ما عمل به عمر بإحدى عشرة ركعة ثم خفف عليهم طول القيام ونقلهم إلى إحدى وعشرين ركعة يخففون فيها القراءة ويزيدون في الركوع والسجود إِلاَّ أَنَّ الأَغْلَبَ عِنْدِي فِي إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً الْوَهْمُ وَاللهُ أَعْلَمُ “aku tidak tahu seorangpun mengatakan dalam hadits ini 11 rakaat kecuali Malik, wallahu a’lam. Penulis belum mendapatkan ulama mutaqodiimin terdauhulu mendoifkan riwayat Umar tentang sholat 20 rakaat di atas karena riwayatnya[60] Para salaf sahabat dan tabiín sholat tarwih lebih dari 11 rakaát Atsar ini menjelaskan bahwa para tabiín mereka sholat bahkan 39 rakaát Sa’id bin Jubair adalah seorang tabi’in wafat tahun 95 H, ketika 10 hari terakhir beliau shalat menjadi imam dengan 7 kali istirahat berarti 14 rakaat. “Dahulu Suwaid bin Ghafalah mengimami shalat kita pada bulan Ramadhan dengan 5 kali istirahat dalam 20 rakaat”. Suwaid bin Ghafalah masuk Islam saat Nabi masih hidup, akan tetapi beliau tidak bertemu dengan Nabi, dan beliau meriwayatkan hadits dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Ubay bin Kaáb, Bilal, Abu Dzar, Ibnu Masúd, dan sahabat-sahabat yang lain[65]. Imam bukhari dalam At-Tarikh Al-Kabir menyebutkan riwayat Abu Al-Hasib Al-Ju’fi “Dahulu Suwaid bin Ghafalah mengimami kita pada bulan Ramadhan 20 rakaat”. Siapa mengira qiyam Ramadhan ada bilangan tertentu dari Nabi yang tidak boleh ditambah dan dikurangi maka ia terjatuh dalam kesalahan”. والحاصل أن الذي دلت عليه أحاديث الباب وما يشابهها هو مشروعية القيام في رمضان والصلاة فيه جماعة وفرادى فقصر الصلاة المسماة بالتراويح على عدد معين وتخصيصها بقراءة مخصوصة لم يرد به سنة “Kesimpulannya, hadits-hadits dalam bab ini dan hadits yang serupa menunjukkan disyariatkannya qiyam ramadhan, shalat baik dengan jamaah maupun sendiri-sendiri. وأُبَىٌّ بن كعب لما قام بهم وهم جماعة واحدة لم يمكن أن يطيل بهم القيام، فكثر الركعات ليكون ذلك عوضا عن طول القيام، وجعلوا ذلك ضعف عدد ركعاته، فإنه كان يقوم بالليل إحدى عشرة ركعة أو ثلاث عشرة، ثم بعد ذلك كأن الناس بالمدينة ضعفوا عن طول القيام، فكثروا الركعات، حتى بلغت تسعا وثلاثين Pertama Telah terjadi Ijma’ kesepakatan ulama akan bolehnya shalat lebih dari 11 rakaát Kelima Hendaknya kita memahami hadits Aisyah tentang sholat malam Nabi 11 rakaát dengan pemahaman para salaf, yaitu bahwa bilangan tersebut bukanlah batasan. Dari sini kita tahu bahwasanya jika seseorang setelah sholat tarawih lalu sholat tahajjud sendirian tanpa berjamaáh maka diperbolehkan tanpa ada perselisihan di kalangan para ulama. 1- Pendapat yang memakruhkan Ini adalah pendapat Qatadah[74] dan Al-Hasan, alasan Al-Hasan adalah karena memberatkan orang-orang, beliau mengatakan “Siapa yang memiliki kekuatan maka hendaklah ia lakukan sholat malam sendirian dan tidak dilakukan bersama orang-orang”, beliau juga mengatakan لَا تُمِلُّوا النَّاسَ “Janganlah kalian membuat orang-orang bosan”. “Mayoritas fuqohaa’ berpendapat bahwa at-Ta’qiib tidaklah makruh sama sekali”[78]. Dan pendapat jumhur ulama adalah yang lebih tepat, berdasarkan dalil-dalil berikut ini PERTAMA Asal hukum tarawih di bulan Ramadhan adalah sholat malam qiyamul lail yang dikerjakan secara berjamaáh. Karenanya apa yang dikerjakan Nabi shallallahu álaihi wasallam tatkala sholat malam sendirian boleh dipraktikan secara berjamaah. Berdasarkan riwayat-riwayat di atas maka para ulama berkesimpulan bolehnya sholat malam lagi setelah witri. Tentu yang terbaik adalah seorang menutup sholat malamnya dengan witir. Dan jika melakukan shalat lagi maka tidak perlu mengulang witir dua kali, cukup dengan witir yang dilakukan di awal, berdasarkan hadits Thalq bin Ali, beliau mendengar rasulullah bersabda Demikian juga Nabi shallallahu álaihi wasallam membolehkan sholat malam sama witir, setelah itu istirahat tidur, dan melanjutkan lagi jika telah bangun. Dalam hadits Tsauban Rasulullah memerintahkan shalat dua rakaat setelah witir Tsauban maula rasulullah berkata “Dahulu kami bersama rasulullah dalam safar, beliau berkata “Sesingguhnya safar ini berat dan melelahkan, jika salah satu dari kalian melakukan witir maka shalatlah dua rakaat, jika dia bangun maka bisa melakukan shalat lagi dan jika tidak maka shalat itu sudah cukup. “Bab dalil bahwa shalat setelah witir diperbolehkan bagi siapa saja yang ingin shalat setelahnya, dan dua rakaat yang dikerjakan oleh Nabi setelah witir bukan khusus bagi nabi tanpa umat beliau, karena nabi telah memerintahkan kita melakukan dua rakaat tersebut setelah witir dengan perintah bersifat anjuran dan keutamaan, bukan perintah yang bersifat wajib”. Demikian juga hadits ini menunjukan boleh ada jeda antara dua shalat malam. Karena dalam lafadz hadits tersebut فَإِنِ اسْتَيْقَظَ yaitu “jika bangun dari tidur” berarti boleh ada jeda waktu antara kedua shalat malam tersebut sekalipun jeda dengan tidur. KEDUA Para sahabat pernah meminta Nabi untuk sholat tarwih lagi padahal Nabi shallallahu álaihi wasallam telah selesai dari tarwih, dan tentu telah selesai dari sholat witir. Dan ini adalah salah satu dari 2 makna at-Ta’qib yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah. Qais bin Thalq berkata Thalq bin Ali mengunjungi kami pada satu hari Bulan Ramadhan dan sore masih bersama kami lalu berbuka dan mengimami shalat kita pada malam itu, beliau witir bersama kami kemudian pergi ke masjidnya dan shalat mengimami para sahabatnya, ketika hendak witir beliau menyuruh seorang maju dengan berkata shalatlah witir bersama para sahabatmu karena aku mendengar Rasulullah bersabda “Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam”. Terlebih lagi istilah “Tarawiih” adalah istilah yang baru yang tidak ada di zaman Nabi, akan tetapi sudah di zaman para salaf, karena mereka dahulu setiap kali sholat malam di bulan Ramadhan 4 rakaát maka merekapun istirahat, lalu mereka melanjutkan lagi 4 rakaát lalu istirahat lagi. Dan ini juga terjadi hingga di zaman Umar bin al-Khottob. Lalu akhirnya Umar menggabungkan mereka untuk diimami oleh Ubay bin Kaáb[93]. Sisi pendalilan di sini adalah para sahabat tidak memandang terlarangnya berbilangnya jamaáh sholat tarawih. Adapun Al-Kasani beliau tidak melarang kalau melakukannya sendiri, dengan alasan shalat sunnah mutlak tidak boleh dilakukan berjamaah, maka ini adalah kaidah Hanafiyah yang menyelisihi jumhur ulama, sehingga ini adalah berdalil dengan sesuatu yang masih diperdebatkan, yang menjadikan dalil pendapat ini lemah. Abu Nashr Al-Marwazi berkata “Ashaburra’yi yaitu madzhab Hanafi membenci shalat sunnah berjamaah kecuali qiyam Ramadhan dan shalat gerhana matahari, ini adalah pendapat yang menyelisihi sunnah; karena telah tsabit dari Rasulullah beliau shalat sunnah berjamaah di luar bulan Ramadhan baik malam maupun siang hari, dan dilakukan juga oleh sejumlah sahabat beliau”. Sehingga sholat ta’qiib menjadi makruh karena terjadi sholat lagi setelah witir, maka bisa dijawab bahwa perintah beliau di sini adalah menunjukkan sunnah bukan wajib, karena yang shahih dari sunnah Nabi baik perbuatan maupun ucapan beliau adalah membolehkan shalat setelah melakukan witir dan sudah kita sebutkan di atas. Adapun yang mengatakan tidak boleh, maka menyelisihi petunjuk nabi dan para salaf. Syaikh Utsaimin ketika ditanya beliau menjawab Yang saya pandang kuat adalah shalat bersama imam sampai salam, saat imam salam witir ia tambah satu rakaat lagi supaya witir tersebut berubah menjadi genap, lalu witir bersama imam kedua di akhir malam. Dengan demikian dia telah menerapkan sabda Rasulullah “Jadikanlah akhir shalat malam kalian witir”. [97] Syaikh Shalih Al-Fauzan ketika ditanya juga menjawab dengan boleh dan tidak perlu mengulang witir lagi, tapi beliau berpendapat melakukan dua witir lebih utama, karena yang lebih utama menurut beliau adalah mengikuti imam. [21] Ini adalah pendapat mayoritas ulama, berbeda dengan Abu Hanifah yang berpendapat bahwa shalat witir hukumnya wajib, barang siapa yang meninggalkannya hingga masuk waktu subuh maka ia berdosa dan wajib baginya untuk megqodho. “Minimal kesempurnaan dalam shalat witir adalah 3 raka’at dengan 2 kali salam.” syarhu muntahal irodat 1/239 Terkandung di dalamnya larangan melakukan sholat witir dengan 3 raka’at, maka para para ulama menjelaskan sisi pelarangannya, dijelaskan oleh Mamud Muhammad Khotthob As-Subki bahwa itu ada dua kemungkinan Kedua Larangan tersebut bersifat makruh, dibawa kepada 3 raka’at yang menyebabkan meninggalkan shalat malam, akan tetapi ini menyelisihi zhohir hadits. Maka dari sini kita ketahui pelarangan shalat witir dengan tiga raka’at apabila dilakukan persis seperti shalat maghrib, yaitu dua kali tasyahhud dan satu kali salam. Adapun jika dilakukan dengan menyelisihi tata cara shalat maghrib maka boleh. “Yang sunnah adalah mengqodhonya di waktu dhuha setelah terangkatnya matahari dan sebelum ia berada di posisi tengah-tengah, dikerjakan dengan genap bukan ganjil, jika kebiasaanmu berwitir dengan tiga raka’at di malam hari kemudian engkau tertidur atau terlupa maka disyariatkan bagimu untuk mengqodhonya di waktu siang empat raka’at dengan dua kali salam, dan jika kebiasaanmu berwitir lima raka’at di waktu malam hari kemudian engkau tertidur atau terlupa maka disyariatkan bagimu untuk mengqodhonya di waktu siang enam raka’at dengan tiga kali salam… sebagaimana shahih dari Aisyah radhiyallahu anhaa [46] Adapun tiga ulama Imam Malik, Ibnul Arobi, dan As-Shonáani yang dinukil oleh Asy-Syaikh Al-Albani bahwa mereka melarang sholat lebih dari 11 rakaát, maka penukilan tersebut kurang tepat. Setelah itu harus diketahui terlebih dahulu bagaimanakah kedudukan al-Juuri dikalangan para ulama. Kedua Ibnul Árobi, justru beliau menyatakan dengan tegas bahwa sholat malam tidak ada batasan jumlah rakaatnya. “Dan tidak ada batasan tertentu pada jumlah rakaát sholat malam” Áaridhotul Ahwadzi 4/19 Adapun pernyataan Ibnul Árobi yang dinukil oleh Asy-Syaikh al-Albani maka maksudnya jika memang sholat malam itu ada batasannya maka ikutlah yang dilakukan oleh Nabi yaitu 11 rakaát. Ketiga As-Shonáani, maka memang jelas beliau memandang bahwa “menganggap jumlah 20 rakaat sebagai sunnah” itulah yang bidáh. “Memang benar bahwa sholat malam di bulan Ramadhan adalah sunnah tanpa ada khilaf, dan dikerjakan secara berjamaah adalah sunnah tidak diingkari -karena Ibnu Ibaas dan yang lainnya pernah bermakmum kepada Nabi shallallahu álaihi wasallam dalam sholat malam-. Pertama As-Shonáni membenarkan riwayat bahwa Umar mengumpulkan orang-orang untuk sholat 23 rakaát. Kedua Beliau menekankan bahwa tidak hadits yang marfu’ dari Nabi bahwasanya Nabi sholat malam 23 raka’at, semua hadits yang datang tentang hal tersebut adalah dho’if. Ketiga Meskipun beliau menetapkan bahwa 20 rakaat telah datang dari Umar bin Al-Khottob namun beliau memandang bahwa tidak wajib mengikuti Umar, yang wajib adalah mengikuti Nabi shallallahu alaihi wasallam hanya 11 raka’at. Tentu pendapat As-Shon’ani ini kurang tepat, lagi pula beliau termasuk ulama mutaakhirin belakangan yang wafat di abad ke 12 Hijriyah. Dishahihkan Ibnu Khuzaimah 260 dan Al-Hakim 583, Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud 5/21 menshahihkan sanad hadits ini. [60] Adapun anggapan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah bahwa Al-Imam At-Tirmidzi mengisyaratkan akan dhoifnya atsar ini -dengan dalil bahwa At-Tirmidzi mengatakan dengan shighot at-tamriid رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ وَعُمَرَ وَغَيْرِهِمَا- maka anggapan ini kurang tepat. Hal ini karena banyak sekali di kitab Sunan At-Tirmidzi beliau menghikayahkan hadits-hadits yang shahih bahkan yang terdapat di shahihain dengan shighoh at-Tamriidh, dan tentu maksud beliau bukan untuk mengisyaratkan akan lemahnya tetapi hanya sekedar untuk menghikayatkan jalur-jalur periwayatan hadits. “Dan diriwayatkan dari Nabi shallallahu álaihi wasallam bahwasanya beliau membaca surat at-Thuur di sholat magrib” Sunan At-Tirimidzi 1/403. Padahal hadits tentang Nabi membaca surat at-Thuur di sholat maghrib diriwayatkan oleh Al-Bukhari no 4854. Demikian juga anggapan syaikh Al-Albani bahwasanya Al-Imam Asy-Syafií mendoifkan atsar Umar ini, beliau berdalil dengan perkataan Syafií yang dinukil oleh Al-Muzani di Mukhtashornya bahwasanya Syafií berkata رُوِيَ عَنْ عُمَرَ “Diriwayatkan dari Umar” Dan yang lebih aku sukai adalah 20 rakaát karena hal itu diriwayatkan dari Umar. Dan ternyata di Mukhtashor Al-Muzani banyak sekali perkataan Asy-Syafií dengan shighoh at-Tamriid akan tetapi riwayat yang beliau bawakan adalah shahih. Sanad atsar ini sesuai dengan syarat kriteria Imam Muslim, dishahihkan Nawawi dalam Al-Majmu’ 4/32 dan Ibnul Iraqi di Tarhu At-Tatsrib 3/97. “Aku menjumpai 30 sahabat Nabi shallallahu álaihi wasallam, semuanya takut akan kemunafikan atas dirinya”Shahih Al-Bukhari 1/18. Bahkan At-Tsauri berkata التَّعْقِيْبُ مُحْدَثٌ “At-Ta’qiib adalah muhdats” Fathul Baari, Ibnu Rojab 9/175 “telah diriwayatkan lebih dari satu riwayat bahwa Nabi shalat setelah witir”, Tirmidzi no 470, Nasai no 1679 dan Abu Dawud no 1439, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahih Al-Jami’ no 7567 Asy-Syaikh al-Albani berkata mengomentari hadits ini yang menunjukan taroju’ berubahnya pendapat beliau وهذه فائدة هامة، استفدناها من هذا الحديث، وقد كنا من قبل مترددين في التوفيق بين صلاته صلى الله عليه وسلم الركعتين وبين قوله ” اجعلوا آخر صلاتكم بالليل وترا “، وقلنا في التعليق على ” صفة الصلاة ” ص 123 – السادسة ” والأحوط تركهما اتباعا للأمر. وقد تبين لنا الآن من هذا الحديث أن الركعتين بعد الوتر ليستا من خصوصياته صلى الله عليه وسلم، لأمره صلى الله عليه وسلم بهما أمته أمرا عاما، فكأن المقصود بالأمر بجعل آخر صلاة الليل وترا، أن لا يهمل الإيتار بركعة، فلا ينافيه صلاة ركعتين بعدهما، كما ثبت من فعله صلى الله عليه وسلم و أمره. “ini adalah faidah penting yang bisa kami ambil faidah dari hadits ini, karena sejak dahulu kami bimbang dalam menggabungkan antara beliau shalat dua rakaat dan sabda beliau “Jadikanlah akhir shalat malam kalian witir” dan dahulu kita katakan dalam ta’liq Sifat Shalat hlm. 123 –cetakan ke 6 yang paling hati-hati adalah meninggalkan dua rakaat tersebut dalam rangka mengikuti perintah beliau. Dan sekarang sudah terang bagi kami dari hadits ini bahwa dua rakaat setelah witir bukanlah kekhususan beliau, karena beliau memerintahkan umatnya melakukan dua rakaat tersebut dengan perintah umum, seolah-olah yang dimaksud dengan perintah menjadikan akhir shalat malam witir adalah agar tidak mengabaikan witir dengan satu rakaat, maka tidak ada lagi pertentangan dengan shalat dua rakaat setelahnya, sebagaimana yang telah shahih dari perbuatan dan perintah beliau” As-Shahihah 4/647 “Aku keluar bersama Umar bin al-Khottob radhiallahu ánhu pada suatu malam di bulan Ramadhan menuju Masjid An-Nabawi. Maka Umar berkata, “Menurutku seandainya aku kumpulkan mereka di atas satu Qori tentu lebih baik”. Lalu Umarpun bertekad, kemudian beliau mengumpulkan mereka diimami oleh Ubay bin Kaáb”. [97] Majmu’ Fatawa wa Rasail Syakh Utsaimin 14/126, lihat juga di kitab yang sama 14/190-191, 14/125-126, 14/206-208 Tata Cara Shalat Malam dan Witir Nabi shallallahu alaihi wa sallam Kemudian perbuatan duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai shalat malam 4 rakaat disebut tarwihah; karena dengan duduk itu orang-orang bisa beristirahat setelah lama melaksanakan qiyam Ramadhan. Sebagaimana dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda Berdasarkan keterangan Ibnu Umar radhiyallahu anhu bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah shalat malam itu?” Beliau menjawab Shalat tarawih dianjurkan untuk dilakukan berjamaah di masjid karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga melakukan hal yang sama walaupun hanya beberapa hari saja. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir rahimahullah, ia berkata Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.” HR. Kemudian beliau tidak memimpin shalat lagi hingga Ramadhan tinggal tiga hari. Saya perowi bertanya apa itu falah?’ Dia Abu Dzar berkata sahur’. Tata cara yang beragam tersebut semuanya pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu anhum. Maka sebagai perwujudan mencontoh dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka hendaklah kita terkadang melakukan cara ini dan terkadang melakukan cara itu, sehingga semua sunnah akan dihidupkan. Hal ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa melakukan tidur malam, maka apabila beliau bangun dari tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Tambahan Tidak ada duduk tahiyat awal pada shalat tarawih maupun shalat witir pada tata cara poin ini, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut. “Kami dahulu biasa menyiapkan siwak dan air wudhu untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, atas kehendak Allah beliau selalu bangun malam hari, lantas tatkala beliau bangun tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Kemudian beliau melakukan shalat malam atau tarawih 9 rakaat yang beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan lantas membaca pujian kepada Allah dan shalawat dan berdoa dan tidak salam, kemudian bangkit berdiri untuk rakaat yang kesembilan kemudian duduk tahiyat akhir dengan membaca dzikir, pujian kepada Allah, shalawat dan berdoa terus salam dengan suara yang didengar oleh kami. Melakukan shalat dua rakaat dengan bacaan yang panjang baik dalam berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring. Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, beliau berkata “…Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berdiri melakukan shalat 2 rakaat maka beliau memanjangkan berdiri, rukuk dan sujudnya dalam 2 rakaat tersebut, kemudian setelah selesai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berbaring sampai mendengkur. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengulangi hal tersebut sampai 3 kali sehingga semuanya berjumlah 6 rakaat. Dan setiap kali hendak melakukan shalat, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersiwak kemudian berwudhu terus membaca ayat Inna fii kholqis samawati wal ardhi wakhtilafil laili… sampai akhir surat kemudian berwitir 3 rakaat.” HR. Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah yang merupakan kelanjutan hadits beliau berkata “Maka tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sudah tua dan mulai kurus maka beliau melakukan shalat malam atau tarawih 7 rakaat. Boleh melakukan shalat malam atau tahajud atau tarawih dan witir dengan cara yang dia sukai, tetapi yang lebih afdhol adalah mengerjakan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti. Bila melakukan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti berarti telah menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang banyak ditinggalkan oleh kaum Muslimin. Kemudian 39 rakaat pada zaman khulafaur rosyidin setelah Umar radhiyallahu anhu tetapi hal ini khusus di Madinah. Hal ini bukanlah bid’ah sehingga sama sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk adanya bid’ah hasanah karena para sahabat memiliki dalil untuk melakukan hal ini shalat tarawih lebih dari 13 rakaat. Batasannya adalah datangnya waktu subuh maka diperintahkan untuk menutup shalat malam dengan witir. Berikut ini beberapa komentar ulama yang menggunakan metode penggabungan al-Jam’u tentang perbedaan jumlah rakaat tersebut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata “Ia boleh shalat 20 rakaat sebagaimana yang masyhur dalam mazhab Ahmad dan Syafi’i. Pada rakaat pertama imam membaca 200 ayat karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak kuat lagi menanggung hal itu maka Umar memerintahkan 23 rakaat demi meringankan lamanya bacaan. Imam Malik rahimahullah berkata “Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan adalah shalat yang diperintahkan Umar yaitu 11 rakaat itulah cara shalat nabi shallallahu alaihi wa sallam. Syaikh Abdul Aziz bin Bazz berkata “Sebagian mereka mengira bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat. Sebagian lain mengira bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Bertentangan dengan hadits-hadits shahih Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa shalat malam itu muwassa’ leluasa, lentur, fleksibel. Kita shalat 11 rakaat Paling sedikit dengan bacaan yang pendek dan ada yang shalat 23 rakaat dengan bacaan pendek bahkan tanpa tu’maninah sama sekali!! Kadang-kadang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memakai qunut dalam shalat witir dan terkadang tidak. “Nabi shallallahu alaihi wa sallam terkadang membaca qunut dalam shalat witir.” HR. Tata Cara Salat Tahajud Lengkap Beserta Doa dan Keutamaannya Jakarta – Salat tahajud menjadi satu di antara amalan sunah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya. Berikut ini rangkuman tentang tata cara salat tahajud beserta doa dan keutamannya, seperti disadur dari Jumat 30/4/2021.
Shalattaubat dimulai dengan membaca niat, Ushalli Sunnatat Taubati Rak'ataini Lillahi Ta'ala. Artinya, Saya niat sholat sunah taubat dua rakaat karena Allah SWT. Adapun tata cara lengkap sholat taubat yang benar, antara lain: 1.Dahulukan dengan membaca niat sholat taubat nasuha. 2.Lalu, takbiratul ihram.
- Sholat istisqa adalah sholat yang disyariatkan karena hujan tidak turun-turun atau sumber-sumber air mengering. Sholat ini disunahkan pada saat penyebabnya muncul dan berakhir dengan hilangnya sebab. Misalnya, hujan turun atau mata air sudah kembali mengalir. Imam Syafii dalam Fikih Manhaji menjelaskan, ada tiga cara yang disunahkan untuk sholat istisqa. Yakni, minimal berdoa di wkatu-waktu yang disukai, sedang yaitu berdoa setelah rukuk pada rakaat terakhir sholat wajib dan usai sholat, dan maksimal dilakukan pada shalat istisqa dan dilaksanakan dengan tata caranya. Yakni sebagai berikut Pertama, imam atau wakilnya memerintahkan agar waga bertaubat secara benar, bersedekah kepada warga miskin, menghentikan kezhaliman serta mempererat persaudaraan, dan puasa empat hari berturut-turut. Ketiga hal itu disunahkan karena memiliki hubungan dengan dikabulkannya doa sebagaimana terekam dalam sejumlah hadis-hadis shahih. Kedua, imam membawa mereka ke tanah lapang di hari keempat puasa. Pakaian yang mereka kenakan mencerminkan kerendahan, kekhusyukan, dan ketundukan. Imam atau wakilnya melakukan sholat dua rakaat secara berjamaah persis seperti sholat Id. Ibnu Majah dan lainnya meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berujar, "Rasulullah SAW muncul dalam pakaian yang tawadhu, penuh kekhusyukan dan ketundukan. Beliau shalat dua rakaat seperti sholat Id,". Ketiga, usai sholat imam pun berkhutbah dua kali, persis seperti khutbah sholat Id. Bedanya, khutbah kali ini patut diawali dengan beristighfar sembilan kali waktu khutbah pertama, dan tujuh kali pada khutbah kedua. Ketika khutbah kedua berlangsung hingga sepertiganya, khatib berpaling menghadap kiblat dan membelakangi jamaah. Ia mengubah posisi serban dengan memutar bagian atas hingga menjadi bagian bawah dan bagian bawah menjadi bagian atas. Bagian kanan ke kiri dan bagian kiri ke kanan. Ini merupakan simbol ketundukan kepada Allah SWT. Para jamaah juga disunahkan untuk melakukan hal yang sama. Khatib disunahkan pula untuk memperbanyak istighfar, berdoa, bertaubat, dan menundukkan diri kepada Allah SWT. Keempat, disunahkan untuk membawa serta anak-anak keci;, orang usia lanjut, dan hewan ternah ke tanah lapang. Ini karena musibah menimpa semua orang. Selain itu, tidak sepatutnya kafir dzimmi yakni dilarang untuk menghadirinya.
6 Seruan untuk shalat keenam (sama persis dengan keempat) فَضْلًا مِنَ اللهِ تَعَالَى وَنِعْمَةْ. Makmum/jama'ah menyahut: وَنِعْمَةْ. Bilal menyeru lagi: اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. Makmum/jama'ah menyahut: 7. Seruan untuk shalat ketujuh
Tata Cara Salat Istikharah Sesuai Sunah, Lengkap Beserta Bacaan DoanyaTata Cara dan Doa Shalat Istikharah Sesuai Sunah, Ketahui KeutamaannyaCara Sholat Istikharah, Doa, Niat Dan Cara Melaksanakan IstikharahTata Cara Sholat Istikharah, Sholat untuk Meminta PetunjukTata Cara Sholat Istikharah Niat, Bacaan Sholat dan Doa Lengkap Arab Latin dan ArtinyaIstikharah Ala Keluargaku Seorang muslim sangat yakin dan tidak ada keraguan sedikitpun bahwa yang mengatur segala urusan adalah Allah Ta’ala. Untuk melaksanakan perintah Allah SWT di atas, seorang muslim haruslah mengikuti petunjuk Rasulullah SAW. Sebaliknya, seorang muslim harus menjauhi tata-cara di luar petunjuk Rasulullah SAW, sebagaimana yang telah dilakukan oleh masyarakat jahiliyah sebelum datangnya Islam. Ketika akan melakukan suatu pekerjaan, mereka menentukan pilihan dengan azlam undian. Setelah Islam datang, Allah SWT melarang cara-cara semacam ini, dan kemudian diganti dengan shalat istikharah. Tuntunan shalat istikharah didasarkan pada hadits sahih yang bersumber dari sahabat Jabir bin Abdillah Dia berkata Berdasarkan hadits di atas, al-Allamah al-Qurthubi rahimahullah mengatakan bahwa “sebagian ulama menjelaskan tidak sepantasnya bagi orang yang ingin menjalankan di antara urusan dunianya sampai ia meminta pada Allah pilihan dalam urusannya tersebut yaitu dengan melaksanakan shalat istikharah. Jadi, shalat istikharah adalah salah satu amalan yang biasa dilakukan oleh seorang muslim setiap akan melakukan suatu urusan. Namun demikian, para ulama bersepakat bahwa shalat istikharah bukan termasuk amalan wajib fardlu, melainkan dianjuran mustahab/sunah. Selain itu, pendapat ini juga didasarkan pada jawaban Rasulullah SAW ketika seorang laki-laki bertanya tentang Islam. Shalat istikharah dapat dilakukan kapan saja, baik siang maupun malam hari, asalkan bukan pada 3 waktu yang terlarang untuk melakukan shalat, yakni ketika matahari terbit atau sedang berada di tengah atau sedang terbenam [HR. Hal ini didasarkan pada penggunaan kata هَمَّ dalam sabda Rasulullah SAW di atas yang memiliki arti berniat, juga pada isi doa istikharah yang menunjukkan telah adanya niat seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Oleh karena itu, jika seseorang masih belum berniat untuk mengerjakan sesuatu atau masih ada beberapa pilihan yang akan dikerjakan, hendaklah ia terlebih dahulu berniat atau menentukan pilihannya, lalu lakukanlah istikharah. Selain itu juga tidak ada anjuran untuk mengulang-ulang ayat tertentu dalam suatu rakaat. Wa in kunta ta’lamu anna hadzal amra * syarrun lii fii aajili amrii wa aajilih, fash-rifhu annii was-rifnii anhu, waqdur lial khaira haitsu kaana tsumma ardhi-nii bih. Ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau Beliau bersabda; di waktu dekat atau di masa nanti- maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah, kemudian berikanlah berkah padanya. Namun sebaliknya ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau Beliau bersabda; di waktu dekat atau di masa nanti- maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya. Dan tetapkanlah buatku urusan yang baik saja di mana pun adanya, kemudian jadikanlah aku ridha dengan ketetapan-Mu itu’. Beliau bersabda Dan hendaklah seseorang sebutkan urusan yang sedang diminta pilihannya itu’. Akan tetapi, hadits ini sudah cukup sebagai dalil tegas bahwa doa istikharah adalah setelah shalat. Karena, pada urusan tersebut terdapat kebaikan walaupun mungkin hatinya tidak tenang dalam mengerjakannya”. Dan beliau juga berkata “karena dalam hadits Jabir tersebut tidak disebutkan adanya kelapangan/ketenangan jiwa” [Thabaqat asy-Syafi’iah al-Kubra 9/206]. Sebagian orang beranggapan bahwa jawaban istikharah akan Allah sampaikan dalam mimpi. Syaikh Masyhur Hasan Salman hafizhahullah mengatakan mimpi tidak bisa dijadikan acuan hukum fikih. Beliau juga menjelaskan bahwa mimpi tidak bisa untuk menetapkan hukum, namun hanya sebatas diketahui. Karena itu, tidak disyaratkan, bahwa setiap istikharah pasti diikuti dengan mimpi. Istikharah boleh dilakukan berulang kali dalam urusan yang kita inginkan untuk mohon petunjuk kepada Allah. Sebab, istikharah adalah doa, dan tentu saja boleh dilakukan berulang kali. Tata Cara Salat Istikharah Sesuai Sunah, Lengkap Beserta Bacaan Doanya Dengan melaksanakan salat istikharah, kamu akan mampu membuat pilihan yang benar dan terbaik menurut petunjuk Allah SWT sehingga lepas dari segala keraguanmu. Tata Cara dan Doa Shalat Istikharah Sesuai Sunah, Ketahui Keutamaannya Tata cara dan doa shalat Istikharah bertujuan meminta petunjuk pada Allah agar dapat membuat pilihan yang tepat tanpa keraguan. Jika Anda sedang berada dalam keraguan sebuah pilihan, mempraktikkan tata cara dan doa shalat Istikharah adalah langkah tepat. Cara Sholat Istikharah, Doa, Niat Dan Cara Melaksanakan Istikharah Shalat Istikharah merupakan Shalat yang dilakukan demi mendapatkan petunjuk berupa keputusan dari Allah Ta’ala atau memohon dipilihkan salah satu diantara dua perkara Pilihan atau lebih, guna menghapuskan kebimbangan hingga hati kita mantap dan tidak ada rasa kecewa di kemudian hari. Kondisi untuk memilih yang terbenar dan terbaik itu seringkali menempatkan kita kepada kebimbangan, apabila semua pilihan terasa sama bagusnya hingga kita amat bingung untuk memutuskannya, maka Shalat Istikharah adalah jawaban untuk anda di kondisi seperti ini. Laksanakan Shalat ini dengan harapan tulus bahwa Allah Azza Wa Jalla akan memberikan petunjuk-Nya kepada anda. Tentu saja Sholat Istikharah yang kita lakukan hanya untuk memohon petunjuk agar tidak menyimpang dari aturan dan ketentuan Syar’i Syariat Agama Islam. Sebab untuk urusan dimana salah satu pilihannya adalah haram maka tidak boleh melakukan Sholat Istikharah. Arti dalam konteks ibadah Sedangkan dalam konteks ibadah maka Istikharah merupakan Shalat Sunnah yang dikerjakan 2 rakaat atau 12 rakaat 6x salam untuk memohon petunjuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala disaat dihadapi sejumlah pilihan — bisa dua pilihan atau beberapa pilihan — agar Allah memberinya petunjuk memilih yang terbenar dan terbaik. Dalil agama untuk mengerjakan Sholat Istikharah dapat ditemui dari penjelasan Sahabat Nabi, Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu, beliau berkata Beliau berkata, “Jika salah seorang di antara kalian berniat dalam suatu urusan, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang bukan shalat wajib, kemudian berdoalah….” [HR. Mari kita langsung menuju ke bacaan niat dari Shalat Istikharah berikut ini, sebagai penjelasan singkat bahwa Niat bukan hal wajib dilakukan saat ingin memulai Shalat, namun mereka yang membaca niat dengan tujuan ma’ruf agar menetapkan hati ingin shalat. Latin “Ushalli sunnatal istikharati rok ataini lillahi ta’ala.” “Aku berniat melaksanakan Shalat Sunnah Istikharah dua rakaat karena Allah Ta’ala.” Setelah kita sepenuhnya mempelajari mengenai arti, dalil, waktu melaksanakan, niat Shalat Istikharah, kini saatnya mempelajari tata cara melaksanakan Shalat Sunnah untuk memohon diberi petunjuk yang benar ini. Lalu Rukuk dengan tumaninah dan membaca “Subhaana rabbiyal adhiimi wabihamdihi. Setelah rukuk, berdiri mengucap “Sami’allahu liman hamidah” Dan lalu baca “Robbanaa lakal hamdu mil us samawaati wamil ul ardhi wamil u maa syi’ta min syain ba’du.” Artinya “Ya Allah tuhan kami, bagimu segala puji sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh sesuatu yang engkau kehendaki sesudah itu.”” Setelah rukuk, berdiri sembari mengucap “Sami’allahu liman hamidah” Dan lalu baca “Robbanaa lakal hamdu mil us samawaati wamil ul ardhi wamil u maa syi’ta min syain ba’du.” Artinya “Ya Allah tuhan kami, bagimu segala puji sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh sesuatu yang engkau kehendaki sesudah itu.”” Tata Cara Sholat Istikharah, Sholat untuk Meminta Petunjuk Jakarta Sering kali seseorang dihadapkan oleh pilihan yang sulit sehingga tidak mudah untuk membuat keputusan. Saat dihadapkan dengan keadaan seperti ini, melakukan ibadah sholat istikharah bisa menjadi solusi bagi orang yang beragama Islam. Istikharah, yaitu proses dimana seseorang sudah mengerucutkan pilihannya menjadi sedikit tetapi masih bimbang untuk mengambil keputusan diantara pilihan tersebut. Tata Cara Sholat Istikharah Niat, Bacaan Sholat dan Doa Lengkap Arab Latin dan Artinya Jakarta – Terkadang seseorang dihadapkan dengan sebuah pilihan yang sama-sama sulit jika harus memilih salah satunya. Harapannya, dengan melakukan sholat istikharah seseorang akan mendapat petunjuk dari Allah agar diberi pilihan terbaik. Istikharah Ala Keluargaku Rata-rata mereka tergugah untuk meminta petunjuk kepada Allah sebelum membuat keputusan penting, misalnya soal jodoh, sekolah dan pekerjaan. Boleh jadi salah satu warisan penting orang tua kami adalah tradisi melaksanakan salat minta petunjuk ini di momen-momen menentukan dalam hidup. Begitu saya pelajari lebih lanjut, doa salat istikharah ini ternyata berasal dari Nabi Muhammad. Mungkin ini sebabnya salat istikharah diterima oleh berbagai kalangan ummat Islam yang bermacam rupa pendekatannya pada agama. Kedua, sebelum pelaksanaan, tetapkan suatu pertanyaan yang jelas dan sederhana di hati. Pertimbangan rasional anda diikuti dengan meminta petunjuk kepada Allah Yang Maha Tahu melalui salat istikharah. Seusai melaksanakan salat istikharah dan membaca doa, anda akan meminta petunjuk kepada Allah melalui ayat-ayat-Nya yang terdapat dalam Al-Qur’an. Setelah anda membuka Al-Qur’an, buka lagi tujuh lembar menuju ke arah akhir mushaf. Satu, SD yang bereputasi bagus, dekat rumah, tapi mahal sekali biaya masuknya. Tiga, SD yang murah, dekat, tapi belum punya reputasi karena baru akan dibuka. Setelah mengetahui plus-minus masing-masing sekolah, saya pun melaksanakan salat istikharah dengan tata cara yang diuraikan di atas. Untuk SD ketiga, yang dekat, murah, tapi baru mau dibuka, ayatnya berisi hal-hal buruk. Saya menyimpulkan bahwa petunjuk Al-Qur’an mengarah ke SD yang dekat, bagus meskipun mahal itu. Patut dicatat bahwa pada awalnya, SD tersebut adalah pilihan terakhir buat saya. Kebetulan itu SD yang awalnya saya minati, sebelum salat istikharah, karena uang masuknya lebih murah. Lucunya, ketika saya mendapat hasil istikharah, pendaftaran SD yang mahal itu sudah ditutup 10 hari sebelumnya. Hati kecil saya pun sempat bertanya, mengapa hasil istikharah seperti tidak cocok dengan kenyataan. Pada akhirnya, setelah semua proses dilalui, sekolah mengumumkan bahwa anak saya diterima sebagai calon siswa. Manusia diberikan kemampuan berfikir dan mencari informasi yang berguna saat akan mengambil keputusan. Selain itu, terkadang kita salah menetapkan prioritas atau keliru dalam membaca situasi. Mencari petunjuk Allah melalui ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dipilih secara acak bisa menjadi pilihan untuk melengkapi salat istikharah. Untuk S2, Muhajir mendapatkan gelar Master in Asian Studies dengan spesialisasi pada kajian Islam dan Politik di Asia Tenggara.
Dan dilanjutkan Shalat witir satu raka'at maka persisi membaca niat seperti niat Sholat Witir 1 Rakaat. Tata Cara Sholat Witir. 1. Membaca niat. 2. Salam. Ketahuilah readers fillah, bacaannya sangat sama persis dengan bacaan sholat fardhu, hanya berbeda dari bacaan niat saja. Keutamaan Sholat Witir.
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID aiRTcSddDVHCL0t8kLJX_xpQ48Z889XqprRkZfO8xvitq64P_KA06Q==
Q0bbuJF. txzce13t05.pages.dev/189txzce13t05.pages.dev/176txzce13t05.pages.dev/376txzce13t05.pages.dev/373txzce13t05.pages.dev/352txzce13t05.pages.dev/339txzce13t05.pages.dev/388txzce13t05.pages.dev/229txzce13t05.pages.dev/298
tata cara shalat persis